|
Sumber gambar : google |
Pengertian
Majas atau biasa disebut gaya bahasa adalah upaya pemanfaatan kekayaan bahasa yang digunakan penulis untuk menyampaikan atau untuk mengilustrasikan sebuah pesan secara imajinatif dan kias sehingga membuat sebuah karya sastra semakin hidup. Gaya bahasa biasanya mengarah pada pengendalian emosional dan bahkan cenderung ke emosional dikarenakan berifat kias, bukan makna sebenarnya.
Jenis-jenis Majas
Adapun jenis-jenis majas, garis besarnya terbagi empat bagian :
- Majas Perbandingan
- Majas Sindiran
- Majas Penegasan
- Majas Pertentangan
Majas Perbandingan
Majas ini biasa digunakan untuk menyandingkan atau untuk membandingkan beberapa objek. Majas ini sendiri banyak macamnya.
1. Alegori
Majas yang digunakan untuk menyandingkan objek dengan kata kiasan atau penggambaran.
Contoh:
- Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
- Suami adalah nakhoda dalam mengarungi kehidupan berumah tangga.
2. Alusio
Majas yang digunakan untuk membandingkan keadaan yang sekarang dengan keadaan sebelumnya secara kiasan.
Contoh:
- Megawati berhasil menjadi Kartini modern karena menjadi presiden wanita pertama di Indonesia.
3. Simile
Majas yang menggunakan kata depan atau penghubung yang membandingkan secara eksplisit. Kata depan atau kata penghubung yang biasa digunakan seperti layaknya, bagaikan, umpama, ibarat, dan sebagainya.
Contoh
- Kau umpama air aku bagai minyaknya.
- bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
- Kelakuannya bagaikan anak ayam kehilangan induknya.
4. Metafora
Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena ada kesamaan atau ada kemiripan.
Contoh:
- Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri.
- Totok itu seperti ananta.
- Pegawai tersebut merupakan tangan kanan dari komisaris perusahaan tersebut. Tangan kanan merupakan ungkapan bagi orang yang setia dan dipercaya.
5. Antropomorfisme
Gaya Metafora yang membandingkan apa yang ada pada siri manusia dengan apa yang ada di luar diri manusia.
6. Sinestesia
Gaya bahasa dari ungkapan rasa dari suatu indra yang kemudian dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
Contoh:
- Dengan telaten, Ibu mengendus setiap mangga dalam keranjang dan memilih yang berbau manis. (Bau: indera penciuman, Manis: indera pengecapan)
7. Antonomasia
Gaya bahasa yang menggunakan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
8. Aptronim
Gaya bahasa yang mencocokkan nama seseorang/objek dengan sifatnya atau pekerjaannya.
9. Metonimia
Gaya bahasa berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
Contoh:
- Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok merek Djarum)
- Supaya haus cepat hilang, lebih baik minum Aqua. Aqua di sini merujuk pada air mineral.
10. Hipokorisme
Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
Contoh:
- Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat Otok kian terkesima.
11. Litotes
Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. Berkebalikan dengan hiperbola yang lebih ke arah perbandingan, litotes merupakan ungkapan untuk merendahkan diri, meskipun kenyataan yang sebenarnya adalah yang sebaliknya.
Contoh:
- Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.
- Selamat datang ke gubuk kami ini. Gubuk memiliki artian sebagai rumah.
12. Hiperbola
Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
Contoh:
- Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit.
- Orang tuanya memeras keringat agar anak tersebut dapat terus bersekolah. Memeras keringat artinya bekerja dengan keras.
13. Personifikasi
Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Gaya bahasa ini seakan menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap layaknya manusia.
Contoh:
- Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku.
- Daun kelapa tersebut seakan melambai kepadaku dan mengajakku untuk segera bermain di pantai.
14. Depersonifikasi
Pengungkapan dengan membuat manusia menjadi memiliki sifat-sifat sesuatu bukan manusia.
Contoh:
- Hatinya telah membatu, padahal semua orang sudah berusaha menasihatinya.
Sinekdok
Gaya bahasa terbagi menjadi dua bagian, yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte. Sinekdok pars pro toto merupakan gaya bahasa yang menyebutkan sebagian unsur untuk menampilkan keseluruhan sebuah benda. Sementara itu, sinekdok totem pro parte adalah kebalikannya, yakni gaya bahasa yang menampilkan keseluruhan untuk merujuk pada sebagian benda atau situasi.
15. Pars pro toto
Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Contoh:
- Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.
- Hingga bel berbunyi, batang hidung Reni belum juga kelihatan.
16. Totem pro parte
Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Contoh:
- Indonesia bertanding voli melawan Thailand.
- Indonesia berhasil menjuarai All England hingga delapan kali berturut-turut.
17. Eufimisme
Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Contoh:
- Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya?
- Tiap universitas dan perusahaan sekarang diwajibkan menerima difabel. Difabel menggantikan frasa “orang cacat”.
18. Disfemisme
Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
Contoh:
- Apa kabar, Roni? (Padahal, ia sedang bicara kepada bapaknya sendiri)
19. Fabel
Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
Contoh:
- Kucing itu berpikir keras, bagaimana cara terbaik untuk menyantap tikus di depannya.
20. Parabel
Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
21. Perifrasa
Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
22. Eponim
Menyebutkan nama seseorang yang memiliki hubungan dengan sifat tertentu yang ingin diungkapkan.
Contoh:
- Kami berharap kau belajar yang giat agar menjadi Einstein.
23. Simbolik
Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Gaya bahasa yang membandingkan manusia dengan sikap makhluk hidup lainnya dalam ungkapan.
Contoh:
- Perempuan itu memang jinak-jinak merpati.
24. Asosiasi
Perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama. Yaitu membandingkan dua objek yang berbeda, namun dianggap sama dengan pemberian kata sambung bagaikan, bak, ataupun seperti.
Contoh:
- Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut.
- Kakak beradik itu bagaikan pinang dibelah dua. Artinya, keduanya memiliki wajah yang sangat mirip.
Majas Sindiran
Majas sindiran merupakan kata-kata kias yang memang tujuannya untuk menyindir seseorang ataupun perilaku dan kondisi. Jenis ini terbagi menjadi tiga subjenis,
1. Ironi
Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. Yaitu menggunakan kata-kata yang bertentangan dengan fakta yang ada.
Contoh:
- Suaramu merdu seperti kaset kusut.
- Rapi sekali kamarmu sampai sulit untuk mencari bagian kasur yang bisa ditiduri.
2. Sarkasme
Sindiran langsung dan kasar. Yaitu menyampaikan sindiran secara kasar.
Contoh:
- Kamu tidak dapat mengerjakan soal yang semudah ini? Dasar otak udang isi kepalamu!
- Kamu hanya sampah masyarakat tahu!
3. Sinisme
Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi). Yaitu menyampaikan sindiran secara langsung.
Contoh:
- Kamu kan sudah pintar ? Mengapa harus bertanya kepadaku ?
- Suaramu keras sekali sampai telingaku berdenging dan sakit.
4. Satire
Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5. Innuendo
Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas Penegasan
Majas penegasan merupakan jenis gaya bahasa yang bertujuan meningkatkan pengaruh kepada pembacanya agar menyetujui sebuah ujaran ataupun kejadian. Jenis ini dapat dibagi menjadi tujuh subjenis, yaitu sebagai berikut.
1. Apofasis
Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2. Pleonasme
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Yaitu menggunakan kata-kata yang bermakna sama sehingga terkesan tidak efektif, namun memang sengaja untuk menegaskan suatu hal.
Contoh:
- Saya naik tangga ke atas.
- Ia masuk ke dalam ruangan tersebut dengan wajah semringah.
3. Repetisi
Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. Gaya bahasa ini mengulang kata-kata dalam sebuah kalimat.
Contoh:
- Dia pasti akan datang, dan aku yakin, dia pasti akan datang ke sini.
- Dia pelakunya, dia pencurinya, dia yang mengambil kalungku.
4. Pararima
Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5. Aliterasi
Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
Contoh:
- Dengar daku. Dadaku disapu.
6. Paralelisme
Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar. Gaya bahasa ini biasa terdapat dalam puisi, yakni mengulang-ulang sebuah kata dalam berbagai definisi yang berbeda. Jika pengulangannya ada di awal, disebut sebagai anafora. Namun, jika kata yang diulang ada di bagian akhir kalimat, disebut sebagai epifora.
Contoh:
Kasih itu sabar.
Kasih itu lemah lembut.
Kasih itu memaafkan.
7. Tautologi
Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya. Yaitu menggunakan kata-kata bersinonim untuk menegaskan sebuah kondisi atau ujaran.
Contoh:
- Hidup akan terasa tenteram, damai, dan bahagia jika semua anggota keluarga saling menyayangi.
8. Sigmatisme
Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
Contoh:
- Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Salah satu kutipan puisi W.S. Rendra)
9. Antanaklasis
Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10. Klimaks
Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting. Yaitu mengurutkan sesuatu dari tingkatan rendah ke yang lebih tinggi.
Contoh:
- Baik rakyat kecil, kalangan menengah, maupun kalangan atas berbondong-bondong menuju ke TPS untuk memenuhi hak suara mereka.
- Bayi, anak kecil, remaja, orang dewasa, hingga orang tua seharusnya memiliki asuransi kesehatan.
11. Antiklimaks
Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting. Berkebalikan dengan klimaks, gaya bahasa untuk antiklimaks menegaskan sesuatu dengan mengurutkan suatu tingkatan dari tinggi ke rendah.
Contoh:
- Masyarakat perkotaan, perdesaan, hingga yang tinggi di dusun seharusnya sadar akan kearifan lokalnya masing-masing.
12. Inversi
Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
Contoh:
- Dikejar oleh Anna kupu-kupu itu dengan begitu gembira.
13. Retoris/Retorika
Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut. Yaitu memberikan penegasan dalam bentuk kalimat tanya yang tidak perlu dijawab.
Contoh:
- Kapan pernah terjadi harga barang kebutuhan pokok turun pada saat menjelang hari raya?
14. Elipsis
Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio
Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16. Polisindenton
Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton
Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi
Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Eksklamasio
Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20. Enumerasio
Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito
Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22. Alonim
Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23. Kolokasi
Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24. Silepsis
Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25. Zeugma
Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Contoh:
- Perlu saya ingatkan, Kakek saya itu peramah dan juga pemarah.
Majas Pertentangan
Majas pertentangan merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kias yang bertentangan dengan maksud asli yang penulis curahkan dalam kalimat tersebut. Jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa subjenis, yakni sebagai berikut.
1. Paradoks
Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2. Oksimoron
Paradoks dalam satu frasa. Yaitu membandingkan situasi asli atau fakta dengan situasi yang berkebalikannya.
Contoh:
- Di tengah ramainya pesta tahun baru, aku merasa kesepian.
3. Antitesis
Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya. Yaitu memadukan pasangan kata yang artinya bertentangan.
Contoh:
- Film tersebut disukai oleh tua-muda.
4. Kontradiksi Interminus
Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Gaya bahasa yang menyangkal ujaran yang telah dipaparkan sebelumnya. Biasanya diikuti dengan konjungsi, seperti kecuali atau hanya saja.
Contoh:
- Semua masyarakat semakin sejahtera, kecuali mereka yang berada di perbatasan.
5. Anakronisme
Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya